Friday, 20 February 2015

Pencelupan Pewarnaan Alami di Desa Ungga


KONFERENSI GENEVA 20-23 JUNI 1995 yang berjudul   Eco-Labelling and other Environmental Quality Requirements for Trade of Developing Countries in Textiles and Clothing. Diselenggarakan oleh International Trade Centre UNCTAD/WTO. Konferensi ini  dihadiri oleh 25 negara diantaranya : Brazil, Bangladesh, Cina, Colombia, Arab, India, Indonesia, Korea, Vietnam dan Zimbabwe.
Salah satu rekomendasinya adalah tekstil dan produk tekstil termasuk didalamnya Tenun ikat dan double ikat yang menggunakan Zat Pewarna Sintetis/Kimia gugus AZO dilarang untuk diperdagangkan karena akan: Penyebaran penyakit kanker melalui epidermis (kontak dengan kulit) atau oral (terbawa air liur) hal ini diakibatkan juga oleh pembuangan limbah dengan cara (1) Limbah cair zat warna dibuang begitu saja dihalaman rumahnya dan (2)  dibuang disungai-sungai Akibat yang terjadi : Setelah sekian puluh tahun akan mencemari air sumur milik warga ,Sungai-sungai akan mengaliri persawahan dan tumbuhan lainnya.

             Dapat dibayangkan ketika dikonsumsi oleh anak cucu kita,kira-kira apa yang akan terjadi sekarang sudah kita   rasakan, selama Belanda menjajah 350 tahun. Bersamaan dengan penggunaan Zat Pewarna Sintetis / Kimia. Penyakit kanker akan ketahuan setelah minimal 10 tahun, baik kanker kulit maupun lainnya didalam tubuh manusia.
Sementara Di  lombok NTB  kerajinan tenun alam telah ada sejak abad ke 14 M. Dan masyarakat telah menggunakan beberapa Zat Pewarna Alam seperti daun Tarum, kayu Spang, Buah Pinang, daun pacar Kuku, kayu nangka, kulit kayu makasar, akar mengkudu dll.

Khususnya di lombok Tengah Pekerjaan menenun  mayoritas dilakukan oleh perempuan miskin di pedesaan . kegiatan ini banyak dilakukan oleh perempuan pada saat tidak ada pekerjaan di sawah. Namun seiring dengan perkembangan dimana hasil tenun masyarakat lombok tengah banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar daerah, maka pekerjaan menenun tidak saja sekedar mengisi waktu kosong namun sudah dijadikan sebagai pekerjaan utama.

Beberapa kelebihan dari pewarnaan alam antara lain :

1.     Zat Pewarna Alam dapat dikemas dalam bentuk powder, menjadi sebuah industri zat           warna
2.     Tumbuh-tumbuhan banyak untuk bahan baku industri zat pewarna alam banyak                  tumbuh di lingkungan kita.
3.     Menyerap tenaga kerja dibidang Industri
4.     Menyerap tenaga kerja dibidang pertanian
5.     Menumbuhkembangkan industri tenun yang berwawasan lingkungan
6.     Produk tenun  dapat diterima pasar global, dengan menggunakan zat pewarna alam
7.     Zat pewarna alami akrab lingkungan.
8.     Intensitas warna menyehatkan kornea mata.
9.     Zat pewarna alami mengandung “anti Oksidan”

Salah satu desa di lombok tengah yaitu Desa Ungga adalah salah satu desa di kecamatan Praya Barat Daya, desa ini merupakan pemekaran dari desa Darek yang sekarang menjadi ibu kota kecamatan Praya Barat Daya.Desa Ungga berada di tengah-tengah desa yang lain dengan perbatasan sebelah barat Desa Ranggagata, sebelah timur Desa Sukarara, sebelah selatan Desa Darek, sebelah utara desa Bun Mudrak
Desa Ungga memiliki 6 dusun yaitu Ampan Lolat, Dasan Ketapang, Batu Bolong , Tunak Malang, Iting Bengkel , Banteng Kurus dengan jumlah penduduk 7303 jiwa yang terdiri dari laki-laki 3515 dan perempuan 3788 dengan {data tahun 2014}.Desa Ungga    merupakan salah satu desa yang sarat dengan kretifitas dan merupakan salah satu desa sentra kerajinan tenun , dari jumlah penduduk perempuan, hampir 60% adalah pengerajin tenun.


Selama ini masyarakat luas hanya mengenal Sukarara sebagai sentra tenun, tidak banyak yang mengetahui bahwa pengusaha di sukarara juga banyak yang menerima pasokan barang tenun dari pengerajin di desa Ungga, hal ini terjadi karena desa Sukarara bekerja sama dengan piak ketiga dalam malakukan promosi-promosi di luar, baik media cetak maupun media elektronik.

Dari 60% masyarakat ungga yang menekuni bidang kerajinan tenun, selama ini mereka sudah banyak yang berkelompok, tetapi baik itu yang di bentuk oleh PNPM maupun program yang lainnya, tetapi itu tidak bisa menjawab persoalan yang di temui oleh para pengerajin yang salah satunya tentang pengadaan bahan baku.

Selama ini pengerajin masih memakai bahan baku dari pewarnaan sintetis yang biasa di beli di toko-toko dan sebagian besar itu masih mengandalkan pasokan dari Bali dan pengusaha benang yang ada di Cakra, oleh sebab itu, pada musim-musim dan parayaan-perayaan tertentu, sering kali pengerajin kesulitan bahan baku dan cenderung harganya semakin tinggi tetapi harga di pengumpul masih tetap.Berangkat dari permasalahan di atas, maka salah satu kelompok pengerajin yaitu kelompok “ Keker” yang terletak di Dusun Ampan Lolat mencoba untuk malakukan terobosan baru dengan alternatif melakukan pencelupan benang dengan pewarnaan alami.sebenarnya pewarnaan alami ini bukan hal yang baru di lakukan, tetapi ini sudah lama tidak di lakukan dan sudah tergerus oleh kemudahan yang di tawarkan oleh benang produksi pabrikan dan pewarnaan sintetis,di samping mudah di dapat, benang pewarna sintetis juga memiliki kelebihan dengan fariasi warna yang sangat cerah, tetapi besar kemungkinan luntur,beda dengan pewarnaan alami, pewarnaan alami memiliki warna yang cenderung agak buram dan lembut tetapi  tidak luntur.Dalam melakukan Pencelupan pewarnaan alami ini sebenarnya  tidak sesulit yang di bayangkan tetapi ini juga membutuhkan ketelatenan karena dalam melakukan pencelupan di butuhkan takaran yang pas untuk bisa membuat duplikat dari warna yang sudah di buat sebelumnya, dan terkadang disitulah letak kesulitan terbesarnya.untuk pemasaran, tenun warna alam, ditingkat lokal, tenun ini masih belum banyak peminat karena harganya juda sedikit lebih mahal dari pada sintetis, meski begitu tidak menyurutkan niat dari pengerajin ini untuk terus memproduksi dan mempromosikan tenun warna alam ini . semoga dengan melakukan pewarnaan alami ini bisa kembali membangkitkan budaya leluhur yang sudah mulai tergerus oleh jaman.





No comments:

Post a Comment